Rabu, 12 Januari 2022

Jerambah Kenangan Kampung Ulu

Penulis. Bambang Prayudi (Prayudi Kato)

Suatu Saat Saya Melintasi Jerambah Kampung Ulu Muntok Dengan Mengendarai Sepeda Motor.
       

Saya Kembali Teringat akan Masa yang Telah Lalu atau Masa Saat Saat Saya Masih Bersekolah Dengan Seragam Putih Hijau (Saat itu Saya Sekolah di SD Muhammadiyah Muntok) yang Memang Seragamnya Putih Hijau.

Baiklah Saya akan Sedikit Menjelaskan Kata Jerambah (Disini Saya Memakai Kata Jerambah Bukan Jembatan) Karena Dulu yang Selalu Didengar Adalah Kata Jerambah.
Menurut KBBI Kata Jerambah Mempunyai Arti, je·ram·bah n lantai yang agak tinggi yang bersambung dengan rumah, tetapi tidak beratap (tempat mencuci piring, menjemur pakaian, dan sebagainya);.

Saya Tidak Begitu Memahaminya Arti Jerambah di KBBI Dengan Kata Jerambah Kampung Ulu.
Tetapi Menurut Saya Jerambah Kampung Ulu Adalah Jembatan Kecil Lebar 2 Meter dan Panjang 10 Meter yang Menyambungkan Kedua Sisi Sungai Kampung Ulu (Sungai yang Membelah Membagi Dua Kota Muntok di Bagian Pasar, Sungai Daeng, dan Kampung Baru).
Sungai Kampung Ulu Dulu Airnya Sangat Jernih dan Bersih Bahkan Pasir Dasar Sungai Kelihatan, Ibu Ibu Sekitar Kawasan Kampung Ulu Juga Mencuci Pakaian di Pinggir Sungai.
Bahkan Tidak Jarang Bila Saya dan Teman Teman Pulang Sekolah Kami Menyempatkan Diri Bermain Air Sungai yang Sejuk dan Jernih.

Baiklah Kita Tidak Perlu Dipusingkan Dengan Kata Jerambah, yang Pastinya Jerambah Kampung Ulu Muntok Adalah Jerambah Kenangan Waktu Saya Kecil.
    


Kita Kembali ke Tema Awal Jerambah Kenangan, Saat Saya Sekolah Dasar Dulu Saya Selalu Menyusuri Jerambah Ulu Untuk Pergi Menuju Sekolah SD Muhammadiyah Muntok .
Bahkan di Saat Saya Sudah Berseragam Putih Biru (SMP) Maksudnya, Saya Masih Tetap Melintasi Jerambah Tersebut.
Saya Dulu Sekolah SMP Negeri 1 Muntok.

Mengapa Saya Harus Melintasi Jerambah Kampung Ulu Tersebut, Karena itulah Jalan Pintas yang Harus Saya Lewati untuk Mempersingkat Jarak Tempuh ke Sekolah.

Dari Rumah Tinggal Saya di Kampung Tanjung (Dulu Saya Bersama Keluarga Tinggal di Kampung Tanjung, Kampung Tanjung Dulunya Dinamakan Kampung Jiran Siantan) Saya akan Berjalan Kaki Melewati Kawasan Pasar Terminal Lama Muntok Kemudian Melintas di Halaman Masjid Jamik, Barulah Kemudian Menyusuri Jerambah Kampung Ulu (Kampung Ulu Dulunya Dinamakan Kampung Pemohon). Dari Jerambah Kampung Ulu Saya Melanjutkan Kembali Perjalanan Ke Sekolah Dengan Melewati Jalan Setapak Tanjakan yang Berbatu Batu Menuju Halaman Rumah Panggung Seorang Kakek Tua (Lupa Namanya) dan di Halaman Rumahnya ada Pohon Kedondong yang Berbuah Lebat.

Kemudian Saya Keluar Jalan Aspal yang Dulu Dinamakan Jalan Tebing Pos (Karena Memang Jalan Tersebut Menuju Kantor Pos Muntok).
Melewati Kantor Pos Barulah Saya Akan Tiba di Sekolah SD Muhammadiyah.
Jadi Selama Bertahun Tahun Saya Selalu Melewati Jerambah Kampung Ulu Tersebut.
Itulah Mengapa Saya Memberi Judul Jerambah Kampung Ulu Jerambah Kenangan.
    


Oke, Kita Kembali Lagi ke Jerambah Kampung Ulu.
Jerambah Kampung Ulu Menggunakan Kontruksi Besi Sebagai Rangkanya dan Papan Tebal Sebagai Alasnya 
Kalau Dulu Setiap Sepeda Kayuh atau Sepeda Motor Melewatinya Pasti akan Terdengar Suara Gladak Gluduk dikarenakan Papan Papan Tebal Alasnya Bergoyang dan Saling Bersentuhan Serta Tertekan ke Kerangka Besinya. Dan juga Kemungkinan Paku Pakunya Sudah Kendor Semua.
Tetapi Suara Suara Tersebutlah yang Membuat Warga Kampung Ulu Selalu Siaga di Malam Hari, dikarenakan Suara itu Menandakan Bahwa Ada Orang yang Masuk di Kawasan Mereka.

Saya Sendiri Tidak Tahu Persis Berapa Umur Jerambah Ulu tersebut dan Kapan di Bangun, Karena Saya Tidak Mencari Referensi Ke Siapapun.
Oh ya.. Sedikit Menambahkan, Kalau Dulu Pergi ke Sekolah Dengan Berjalan Kaki Tidak Seperti Sekarang yang Diantar Jemput Dengan Kendaraan.

"Jerambah Kampung Ulu Jerambah Kenangan"

Muntok, 12.01.2022

WarKop Bang Bujang, Warung Kopi Semua Kalangan

Penulis. Bambang Prayudi  (Yudi Kato)

Sambil menikmati cita rasa dan aroma kopi, Saya Terpikir untuk membuat tulisan ini di Blog Saya.
                                  

Kopi Menjadi Minuman Favorit Berbagai Lapisan Masyarakat, Bahkan Mulai Menjadi Gaya Hidup. Kopi Juga Menjadi Lahan Bisnis yang Menjanjikan.

Dulu Warung Kopi Identik Orang Orang Paruh Baya dan Tua, Sekarang Sudah digandrungi Anak Muda Mulai dari Usia Remaja Baik Laki Laki dan Perempuan, Suka Menikmati Kopi.
                              

Di Kota Muntok Bangka Barat Tepatnya di Jalan Raya Tanjung Kalian Warung Kopi Bang Bujang Berdiri Sejak Tahun 2011 Hingga Sekarang.
Bang Bujang Sendiri Sebenarnya Dari Tahun 1987 Sudah Menjadi Peracik Kopi Klasik Kota Muntok, istilah Jaman Now BARISTA.
Tetapi Pada Saat itu Bang Bujang Masih Bekerja di Warung Kopi Orang Lain Selama 3 Tahun. Barulah Kemudian di Tahun 1990 Bang Bujang Membuka Usaha Warung Kopi Sendiri di Kawasan Terminal Bis Lama Kota Muntok, Tepat di Depan Masjid Jamik Muntok.

Di Tahun 2010 Terjadi Pelebaraan Area Terminal Sehingga Membuat Bang Bujang Harus Mengalihkan Usaha Warung Kopinya di Rumah Tinggalnya Sendiri Jalan Raya Tanjung Kalian atau Kampung Baru Muntok.
Rumah Tinggal Tersebut Masih Bergaya Kuno dengan Susunan Papan yang Berdiri Sehingga Gaya Klasik Sangat Menonjol di Rumah tersebut.

Warung Kopi Bang Bujang Terbagi Menjadi Dua Tempat, Satu di Dalam dan Satunya Lagi di Bagian Luar atau Teras.
Meja Meja Bundar dan Kursi Plastik Berada di Bagian Dalam, Sedangkan di Bagian Luar Meja Panjang dan Kursi Panjang yang Terbuat dari Kayu.

Kembali ke Kisah Kopi Lagi.. di Tengah Perkembangan Industri Kopi yang Melesat, Kopi Klasik Bang Bujang Tetap Memiliki Ruang Spesial di Hati Para Penikmat Kopi Sejati. Warung Kopi Bang Bujang Tetap Menyajikan Kopi Klasik Tidak Menyajikan Kopi-Kopi dengan Varian Rasa Kekinian.

Keberadaan Warung kopi Bang Bujang Tidak Sekedar Menjadi Tempat Berkumpul dan Menyeruput Kopi dan Menikmati Kue-Kue Khas Muntok Saja, Tetapi Warung Kopi Bang Bujang Telah Menjadi Tempat yang Strategis Dalam Interaksi Sosial. Dimana ide dan Gagasan Terjalin, Bahkan Setiap Tetesan Kopi Menghantarkan Para Penikmat Kopi Pada Rasa dan Aroma yang Khas. Terkadang ide dan Gagasan Muncul Serta Bertransformasi Menjadi Pikiran-Pikiran Segar, Revolusioner dan Bahkan Melampui Zaman.
                              

Warung Kopi Bang Bujang Telah Menjadi Langganan Semua Kalangan Mulai Dari Pejabat Daerah, Pejabat TNI, Pejabat Polri, Wartawan, Politikus Hingga Pengusaha Bahkan Wiraswasta Kecil Lainnya.
Warung Kopi Bang Bujang Bukan Sekedar Untuk Menikmati Secangkir Kopi, Tetapi Menjadi Tempat Terjadinya Pertukaran Pikiran, Ide dan Gagasan Secara Dinamis-Progresif untuk Mereka.
               

Jika Anda Berkunjung Ke Kota Muntok Bangka Barat Prop. Bangka Belitung Jangan Lupa Mampir dan Menyempatkan Diri Menikmati Kopi Klasik Racikan Bang Bujang.

Muntok, 12.01.2022



Senin, 10 Januari 2022

RADJI Beach Pantai Sejarah Bangka Barat Yang Mendunia & Terlupakan

Ditulis Oleh: BAMBANG PRAYUDI Dari Berbagai Sumber


RADJI Beach atau Masyarakat Sekitar Lebih Mengenalnya Dengan Nama Pantai Teluk Inggris adalah Sebuah Pantai yang Indah Terletak di Ujung Paling Barat Pulau Bangka, Tepat di Kota Muntok ibukota Kabupaten Bangka Barat.

DiBalik Keindahan Pemandangan Pantai dan Laut Radji Tersimpan Sejarah yang sudah Mendunia di Masa Perang Dunia ke II, Bahkan Dr.Ian W. Shaw Penulis Buku asal Australia telah Menulis Buku “The Story of the Australian Nurses after the Fall of Singapore on Radji Beach” (On Radji Beach).

Pantai Radji di Muntok Bangka Barat Memang Tidak Setenar Pantai Kuta, Tetapi ada Potongan Sejarah yang Membuat Pantai Radji ini Menjadi Terkenal di Dunia karena Merupakan Bagian dari Sejarah Perang Dunia II yang di Dalamnya ada Drama yang Sangat Mengharukan. 

Bagian Penggalan sejarah Tersebut adalah Sejarah Australia yang berkaitan dengan Indonesia. Ketika itu Tanggal 12 February 1942, Singapura Berubah Menjadi Ladang Pembantaian Sehari Setelah Jatuh ke Tangan Pasukan Jepang. Di Tengah Lautan Api di Singapura, Ratusan Orang Berjejal dan Berebut Menaiki Kapal dan Perahu untuk Meninggalkan Singapura. Diantara Kerumunan tersebut Terdapat 65 Perawat Australia yang Meninggalkan Singapura dengan Menggunakan Kapal  SS Vyner Brooke.

Perjalanan ini Segera Berubah Menjadi Perjalanan yang Sangat Menakutkan. Di Perairan Pulau Bangka (Laut Radji) Pasukan Jepang melakukan Pemboman Kapal tersebut dan Berhasil Menenggelamkan Kapal tersebut. Penumpang Kapal yang Berhasil Selamat dan Mendarat di Pantai Radji. Diantara Penumpang Kapal yang Selamat terdapat 22 Perawat Australia yang Terdampar di Pantai Radji dan Memilih untuk Menyerah Kepada Pasukan Jepang dibanding dengan Kelaparan dan Kematian.

                                  


Di lain Pihak Patroli Pasukan Jepang ini Tidak Menerima Penyerahan Diri Para Perawat. Selanjutnya Penumpang Kapal yang Selamat dibagi ke Dalam 3 Kelompok dan dieksekusi. Kelompok Ketiga dimana Perawat Australia Termasuk di Dalamnya disuruh Berlari ke Arah Pantai Sambal dihujani Peluru oleh Tentara Jepang.

Secara Ajaib Terdapat Satu Perawat dan Satu Penumpang Lainnya Pat Kingley Selamat. Perawat yang Selamat Adalah Vivian Bullwinkel yang Dengan Sisa Sisa Semangatnya Masih Dapat Bertahan dan Berlari Masuk ke Dalam Hutan Selama 13 Hari dengan Luka Luka Tembak Pada Tubuhnya Sebelum Menyerahkan Diri Kepada Pasukan Jepang Lainnya di Pusat Penampungan. Vivian Berhasil Bergabung dengan Perawat Lainnya yang Berhasil Selamat dari Kelompok Lainnya di Tempat Penampungan di Muntok atas Bantuan Penduduk Setempat.

Pendaratan di Pantai Radji itu Terjadi Pada Tanggal 16 February 1942. Dalam Pelariannya Vivian Bullwinkel dan Salah Satu Penumpang Kapal yang Selamat dari Penembakan Pasukan Jepang itu Ternyata diselamatkan dan dibantu oleh Para Wanita Penduduk Kampung Setempat untuk Menembus Hutan. Penduduk Setempat Memberikan Air dan Makanan serta Membawa Mereka ke Muntok untuk Selanjutnya Menyerahkan Diri Kepada Pasukan Jepang.

Di Tempat Penampungan, Selanjutnya Para Tawanan Mengalami Situasi yang Sangat Menyedihkan yang didominasi oleh Kelaparan dan Penyakit Selama Lebih dari 3,5 tahun. 24 diantara Perawat Tersebut Berhasil Pulang Kembali ke Australia Setelah Berakhirnya Perang Dunia II.

Dari Sejarah Pantai Radji Tersebut Tentunya Menambah Catatan Sejarah yang Menunjukkan Bahwa People to People Link Antara Indonesia dan Australia Audah Terjadi Sebelum Kemerdekaan Indonesia. Hal ini ditunjukkan Sengan Peran Penduduk Lokal yang Secara Tulus Membantu Perawat Vivian Bullwinkel Sehingga Akhirnya Selamat.

Dilatarbelakangi Kisah Menyedihkan itu, Keluarga dan Anak Cucu 22 Perawat Australia yang Tewas Pada Tragedi itu Datang ke Pulau Bangka Menelusuri Jejak Sejarahnya. Tidak Hanya Pantai Radji, Jejak Sejarah Perang Dunia ke – II yang Melibatkan Warga Australia Juga Tercecer di Beberapa Tempat di Kota Muntok, diantaranya Pantai Tanjung Kalian, Pelabuhan Lama Muntok dan Kampung Keranggan Atas.

Melihat Latar Belakang Sejarahnya, Pantai Radji Menyimpan Potensi yang Besar untuk Mendatangkan Wisatawan Mancanegara.

Menurut Sekretaris 1 Bidang Politik Kedutaan Besar Australia, Matthew Barclay dalam Kunjungannya ke Muntok tanggal 16 Februari 2018 Silam, Warga Australia Telah Melakukan Ritual Peringatan Tragedi Perang Dunia ke – II di kota Muntok Sejak Tahun 90-an.

Dia Menegaskan, Hal itu ditandai Dengan Sebuah Monumen di Pantai Tanjung Kalian yang diresmikan Tahun 1993.

Meski Demikian, Jumlah Warga Australia yang Berkunjung ke Bangka Barat Sejak Tahun 2017 Hingga 2019 Tidak Menunjukkan Angka yang Fantastis. Jumlahnya Hanya Berkisar Pada Angka Puluhan Saja.

Padahal Bila Mata Pemerintah Daerah Terutama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bangka Barat Jeli, Potensi yang dimiliki Pantai Radji Bisa dioptimalkan Agar Angka Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke kota Muntok Dapat Terus Meningkat.

                                


Seperti tahun 2020 yang Lalu, Tepatnya Tanggal 14 Februari, Bukan Hanya Warga Australia Saja yang Berkunjung, Tapi Beberapa Negara Lain Seperti Selandia Baru, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Kanada Juga Hadir Dalam Peringatan Tragedi Perang Dunia ke – II di kota Muntok, Termasuk Salah Satu Pemeran Tragedi Pantai Radji, Jepang Juga akan Hadir. Kesempatan Pantai Radji untuk Lebih ” Mendunia ” Terbuka Lebar.

Mirisnya, Meskipun Tiap Tahun Menjadi Perhatian Dunia, Pantai Radji Masih Terbengkalai. Akses Jalan Menuju kesana Masih ” Buruk Rupa ” Sehingga Sulit untuk dilalui. Pantai Radji Seolah ” Mutiara Hilang ” yang terlupakan begitu saja.

Pemda Bangka Barat, Terutama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Hanya Menjual produk yang itu itu Saja Tanpa Berani Berinovasi dan Membaca Potensi Lain yang Bisa Mendukung Citra Kota Sejarah yang disematkan Kepada Kota Muntok Tercinta ini. Peran Kepala Daerah Juga Sebenarnya yang diharapkan Dapat Mengangkat Destinasi Wisata Sejarah Pantai Radji Tersebut.

Padahal Potensi itu Ada di Pantai Radji, Sebutir Mutiara yang Menanti untuk digarap Menjadi Sesuatu yang Sangat Berharga, Sebutir Mutiara yang Akan Memalingkan Mata Dunia untuk Melihat Lebih Tajam ke Bumi Sejiran Setason.


sumber.

https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/rrnoor/pantai-radji-di-bangka-yang-mendunia_54f9177aa3331112678b4830

https://kabarbangka.com/potensi-pantai-radji-untuk-mendunia-luput-dari-perhatian-disparbud-babar/

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Bangka_Island_massacre

Gas Melon ohh Gas Melon.. Langka di Kota Mentok

Penulis.  Bambang Prayudi (Calon Anggota DPRD Bangka Barat, Dapil I kecamatan Mentok) Nomor Urut 8 Dari Partai DEMOKRAT Sudah Beberapa Pekan...